New Normal Tetapi Tidak Terasa Normal

Rasanya sudah hampir bosan mendengar berita tentang pandemi kemudian berbicara tentang adaptasi kebiasaan baru atau new normal

Seluruh tatanan sedikit berubah kebiasaan baru pun mulai diterapkan. Tentunya yang sedang dibahas ini adalah berbicara masalah pandemi di negeri tercinta Indonesia. 

Kehidupan dengan adaptasi kebiasaan baru (new normal) memaksa masyarakat untuk mulai menerapkan hal-hal yang sudah ditentukan pemerintah. Salah satunya adalah penggunaan masker setiap keluar rumah. Konon katanya dengan menggunakan masker serta menjaga jarak adalah salah satu cara paling mudah untuk mengurangi penyebaran virus. 

Namun, tetap saja. Namanya menerapkan kebiasaan baru itu tidaklah mudah. Terlebih ada yang beranggapan ribet atau mungkin ada yang sudah tidak peduli. Saya pribadi seringkali lupa untuk menggunakan masker ketika bepergian. Beruntungnya selalu ada yang mengingatkan sehingga tetap memakai masker ketika keluar rumah. 

Pemerintah pun ikut andil dalam mengingatkan penggunaan masker. Di rumah Cirebon, aparatur kepolisian gencar sekali mengingatkan. Rumahku terletak tidak jauh dengan komplek perumahan polisi serta kantor polres. Setiap sore, polisi yang stay di perumahan selalu menghadang masyarakat yang melalui tanpa menggunakan masker. Peringatan pertama, pelaku akan difoto serta diberi peringatan jika melnggar sekali lagi akan kena denda. 

Rasanya, dengan di foto saja sudah ada rasa malu. Muncul pula kekhawatiran foto akan dipampang sebagai pelanggar. Saya rasa cara ini cukup membantu mengingatkan dibandingkan langsung didenda untuk mereka yang nelanggar.

Seperti yang kita ketahui bahwa akibat pandemi ini semua terkena efeknya tanpa terkecuali atau mungkin ada pengecualian (wallahu 'alam). 

Efek dari pandemi yang paling terasa menurut saya pribadi adalah kita seolah diarahkan untuk menjadi manusia yang autis dengan gadgetnya masing-masing. Semua bermula dari terhentinya aktivitas di luar rumah sehingga menjadikan jalan raya sepi seperti tidak berpenghuni. 

WFH (work from home), SFH (School From Home), semua berbau home home. Sebenarnya saya sedikit heran, ketika semua sudah boleh menerapkan adaptasi kebiasaan baru kenapa sekolah masih tidak diperbolehkan? Pernah sih, mendengar alasannya. Tapi saya rasa untuk anak usia SMP ke atas mereka bisa paham dan cukup bisa menerapkan kebiasaan baru. 

Belajar via daring  sungguh sangat merepotkan terlebih untuk anak yang masih duduk dibangku TK dan SD. Betapa ramai dunia maya memperlihatkan pembelajaran di rumah. Seringkali anak dan orangtua memghadapi perselisihan. Karena orang tua yang terkadang kurang memahami apa yang dikerjakan anak dan anak tidak mengerti tentang apa yang dikerjakan. 

Ponakan saya yang duduk dibangku kelas 5 MI (setara SD) selalu berkata "guru tuh enak aja ngasih tugas, dikira muridnya semua pinter aja." Perkataan yang mencuat tentunya dengan emosi yang meledak ledak. Ini hanya satu yang terlihat, entah berapa banyak anak yang merasakan demikian. 

Memang, banyak sekali aplikasi digital yang katanya membantu siswa ketika belajar di rumah. Namun, pada kenyataannya aplikasi tersebut bukan membantu melainkan menambah beban pusing orangtua. Terlebih jika orangtua tersebut gaptek (gagap teknologi).

Alangkah lebih baik jika sekolah yang menggunakan aplikasi digital memberikan sosialisasi terlebih dahulu sebelumnya. Namun, sayangnya tidak semua staf sekolah paham dan mau memberikan sosialisasi tersebut. Kebanyakan dari mereka memukul rata persepsi bahwa semua orangtua paham dan mengerti dalam penggunaan aplikasi-aplikasi tersebut.

Kemudian alangkah lebih baik juga jika para orangtua saatnya sadar dan melek teknologi. Jangan hanya berhenti dengan kata "jaman saya sekolah dulu nggak gitu". Bukankah sejatinya rumah adalah tempat belajar pertama bagi anak di dalamnya. Tempat belajar disebut dengan sekolah maka orangtua disebut sebagai gurunya. 



Rasanya kehidupan new normal seperti tidak normal. Pemaparan sebelumnya mungkin hanya secuil contoh dari banyaknya kehidupan baru saat dan pasca pandemi. 

Namun, seharusnya dengan new normal kita bisa merubah segala kebiasaan yang dirasa tidak normal menjadi kebiasaan-kebiasaan baru yang bernilai positif. Menjadi pribadi yang baru dengan pribadi yang unggul dan cerdas. 

2 komentar

  1. Semoga anak-anak bisa sekolah dengan normal kembali secepatnya.. Sudah mulai pada bosen belajar di rumah

    ReplyDelete
  2. Kehidupan New normal ini memang nggak mudah ya, mbak? Butuh penyesuaian di hampir semua aspek kehidupan kita. Termasuk dalam bekerja dan belajar.

    Semoga kita semua selalu sehat dan kuat menjalani ujian ini. Aamiin

    ReplyDelete

Terima kasih sudah membaca postingan ini semoga bermanfaat :)