Bugh!
“Ayaaaaah…“
ibu histeris kemudian menangis. Suara itu membangunkan anak-anaknya yang masih
terlelap. Bahkan tetangga samping rumah ikut terkejut.
Krieettt
Pintu
kamar Fyrin dan adiknya terbuka
“Ibu,
ada apa?” Fyrin bertanya sambil mengucek matanya.
Suara
tangis ibu semakin menjadi. Fyrin dan adiknya segera menghampiri sumber suara.
Mata
Fyrin melotot, sontak tubuhnya berubah menjadi lemas terkapar di atas lantai.
Tak
lama kemudian, tetangga berdatangan menyesakkan ruangan di setiap rumah.
Bendera kuning terpasang di depan rumah Fyrin.
***
Satu
bulan berlalu, Fyrin hidup tanpa kehadiran sang ayah. Dia masih duduk di bangku
sekolah dasar kelas 5. Cahaya mentari mulai redup dalam kehidupannya. Ibu Fyrin
menggantikan posisi ayah dengan merangkap menjadi kepala keluarga sekaligus ibu
rumah tangga. Kehidupan Fyrin berubah 180 derajat. Mimpi Fyrin terhenti! Dia
harus bersikap dan berfikir dewasa sebelum waktunya. Membantu ibu menjaga dan mengurus
adiknya yang masih duduk di bangku kelas 2 sekolah dasar. Ibu harus banting
tulang mencari rizki dengan cara berjualan di pasar siang dan malam.
Pagi
hari sebelum berangkat ke pasar ibu harus menyiapkan sarapan untuk kedua
anaknya. Fyrin membantu membereskan rumah seperti mencuci piring dan menyapu
lantai sebelum berangkat sekolah.
Siang
hari ibu pulang dari pasar, segera lari ke dapur memasakkan makanan untuk kedua
anaknya. Selepas ashar, ibu harus segera menjajakkan jualannya kembali ke pasar
malam hingga pukul jam 10 malam bahkan terkadang hingga jam 12 malam. Melihat aktifitas ibu yang setiap hari seperti itu,
Fyrin merasakan kasihan. Setiap malam, dia tidak bisa tertidur pulas sebelum
ibu datang.
***
Beberapa tahun kemudian, setelah sekian kepiluan yang
dirasakan. Fyrin tumbuh menjadi remaja dewasa, kehidupannya semakin hari
semakin membaik. Sejak duduk di bangku sekolah dasar hingga aliyah, Fyrin
termasuk anak yang cerdas dan selalu mejadi juara kelas. Meski bukan yang
pertama. Begitupun dengan adik Fyrin, dia selalu menjadi juara kelas bahkan
juara umum. Beberapa kejuaran seperti lomba catur dan olimpiade selalu mendapat
piala dan medali tak lupa uang pembinaan.
Fyrin tidak pernah membayangkan akan melanjutkan study
hingga tingkat universitas bahkan diterima di salah satu universitas ternama di
Indonesia dengan beasiswa prestasi plus uang jajan. Adiknya, lebih memilih
mengenyam pendidikan dalam dunia pesantren di Jawa Timur.
Setelah lulus kuliah, Fyrin langsung diterima bekerja di
sebuah perusahan konsultan. Sedangkan sang adik, selepas SMA dia mengenyam
pendidikan di tingkat universitas. Fyrin berhasil menggantikan posisi sang ibu
menjadi tulang punggung keluarga. Membiayai adiknya kuliah dan ibu tidak perlu
lagi menjajakan jualan ke pasar.
Ibu bangga melihat kedua anaknya yang ternyata tumbuh
menjadi anak-anak yang berprestasi dan selalu bersyukur. Tangisan itu berubah
menjadi senyum gembira layaknya bunga yang sedang merekah.
9 komentar
Berakit-rakit ke hulu berenang-renang ketepian
ReplyDeletePerjuangan yang akhirnya berbuah. Semangat!
ReplyDeleteAlhamdulillah ... sengsara membawa nikmat
ReplyDeleteSedih bacanya. Melihat ibu fyrin membanting tulang
ReplyDeleteAlhamdulillah terharu mba bacanya
ReplyDeleteIbu Fyrin pasti seorang ibu yang hebat ,bisa menghadapi kesedihan menjadi kebahagian
ReplyDeleteFyrin sosok yang tangguh
ReplyDeleteKalimat demi kalimat membuat saya menebak-nebak ending. keren kak😍
ReplyDeleteMakasih semuanya... Semngat sampe akhir
ReplyDeleteTerima kasih sudah membaca postingan ini semoga bermanfaat :)