Rapid tes, antri dan ketidakjelasan. Kata yang saat ini paling pas untuk dijajarkan secara berurutan. Siang ini cuaca begitu cerah. Harusnya asik untuk menikmati weekend di pekan ini. Terlebih di kota kembang yang saat ini hujan mulai turun cukup rapat. Hampir setiap hari kota kembang diguyurnya.
Namun, cuaca cerah ini justru tidak selaras dengan suasana hati yang berubah karena suatu ketidakjelasan.
Kita tahu, pandemi ini masih berlangsung dan entah kapan kepastian bebas dari pandemi ini diumumkan. Sejak lama diri ini selalu bertanya tanya tentang banyak pertanyaan terkait pandemi, terkait tes yang bersangkutan dengan pandemi dan semua hal yang masih ada sangkut paut dengan pandemi.
Bosan, jenuh, kesal, itu yang mungkin dirasakan saat ini. Dalam hati mulai menggerutu dan ikut menanyakan seperti pertanyaan yang lain. Yang juga pernah terlontar di podcast Om Deddy Corbuzier. "Katanya rapid ini sudah tidak efektif. Kok masih tetap saja ada tes rapid. Apa karena sudah terlanjur dibeli?".
Pertanyaan ini muncul karena adanya sebuah kekesalan yang terjadi di sekitar. Pada hari ini saya mengantar suami untuk tes rapid (syarat dari kantornya karena dia harus tugas ke luar kota).
Anehnya, kenapa baru sekarang dia disuruh tes rapid. Toh sebelumnya dia juga ada tugas keluar kota.
Well, yang ingin dibahas di sini bukan masalah kenapa baru tes rapid sekarang. Akan tetapi terkait dengan judul di atas.
Suami memilih tes rapid di bandara atas saran rekan kerjanya. Sedari pagi kami datang untuk mengantre. Ada form yang harus diisi oleh suami melalui gform dan kemudian namanya nanti akan dipanggil.
Antrian berjalan dan nama suami tidak kunjung dipanggil hingga waktu azan dzuhur tiba. Akhirnya suami bertanya kepada petugas yang menyebutkan nama orang dalam antrean untuk dites. Dan memastikan ada di urutan keberapa suami. Shock dia mendapat nomor antrean 399 (sebuah nomor yang tidak jelas) dan kami memutuskan untuk tetap mengantre dan berpikir positif.
Sambil menunggu kami putuskan untuk solat dan makan cemilan terlebih dahulu untuk sekedar mengganjal perut. Kemudian kembali ikut mengantre yang ternyata banyak terdengar keluhan dari peserta tes rapid.
Seorang bapak usianya paruh baya meminta kejelasan dan mondar mandir sibuk sekali. Sampai ketika ada petugas tentara yang lewat pun dicegatnya.
Terdengar ada batasan untuk tes (ada tiga tes yang tersedia yaitu tes rapid antigen Rp.200.000, tes rapid antibodi Rp.85.000 dan PCR test Rp.800.000 dan tes yang dibatasi adalah tes rapid antigen) dan membuat sang bapak mulai emosi tapi tetap bertahan. Suami pun mulai ngeluh dan mengajak pulang. Tapi saya pikir mending emosinya sekalian hari ini dan tunggu. Masa iya kalah sama bapak tadi.
Karena ikut kesal akhirnya saya ikut kepo dan bertanya. Belum sempat bertanya, sang petugas dengan pakaian lengkap dengan hazmat berkata kepada peserta tes yang lain "langsung antri saja Pak". What? Apaan ini maksudnya. petugas yang tadi pagi bertugas menyebutkan nama peserta tes pun tidak terlihat batang hidungnya. Entah ke mana.
Akhirnya saya menyuruh suami untuk ikut segera mengantre dan berhasil. Menunggu hasilnya 30 menit kemudian. Hari sudah mulai sore dan akan menuju gelap. Begitu perjuangan untuk ikut tes yang katanya tidak efektif ini. Apa boleh buat bukan?.
Teruntuk para nakes. Selamat berjuang dan berlelah untuk melayani orang-orang yang akan melakukan tes yang kurang efektif. Semoga selalu diberi kesehatan dan ikhlas dalam bertugas.
Dan untuk petugas yang membantu (terutama yang bertugas di Bandara kota kembang), tolong permudah urusan para peserta tes yang akan melakukan tes rapid. Jangan membuat mereka terombang ambing ketidakjelasan dan membuat mereka berprasangka buruk. Buatlah sistem antrean yang jelas seperti pada antrean Bank misalnya.
Saya harap, selalu ada perbaikan dari setiap kejadian. Semoga semua sehat selalu dan pandemi segera berlalu.
0 komentar
Terima kasih sudah membaca postingan ini semoga bermanfaat :)