Belajar Memaafkan Dari Syekh Ali Jaber

Rasanya saya sedikit terlambat menuliskan tentang ini. Karena awalnya saya ingin menuliskannya selepas melihat podcast Om Dedy Corbuzier yang bintang tamunya adalah beliau. Memang selama pandemi, akhir-akhir ini saya lebih sering melihat podcast artis dan saya tertarik pada podcast Om Dedy karena obrolannya yang bermutu. Apalagi terkait dengan judul "saya pasrah" yang intinya saya mendapat ilmu bagaimana cara belajar memafkan dari Syekh Ali Jaber.

Syekh Ali Jaber yang saya kenal melalui acara hafidz RCTI yang saya pikir ketika pertama kali melihatnya beliau hanya sebatas juri tamu tetapi ternyata bukan. Beliau adalah juri inti di acara tersebut. Sosok dengan postur tubuh yang tinggi, bicaranya khas lidah arab, penampilannya yang selalu memakai jubah dan jubah. Terlihat berwibawa dan bersahaja. 

Sosok Syek Ali di mata orang terdekatnya adalah seorang yang dermawan, tidak pernah mencari musuh, bicaranya santun, dan yang paling penting akhlaknya begitu mulia.

"Saya Pasrah" Atas Kejadian yang Menimpa Dirinya

Dalam podcast yang berdurasi kurang lebih satu jam membahas tentang kejadian yang telah menimpa Syekh Ali yaitu peristiwa ketika beliau aditusuk oleh orang yang tidak beliau kenal saat sedang mengisi tausiyah. Kata yang membuat saya heran ketika Syekh Ali mendapatkan kejadian tersebut, kata yang pertama keluar adalah "Alhamdulillah" bukan "innalillah...". Beliau menuturkan bahwa, kita harus tetap mengagungkan Allah meski saat ditimpa musibah sekalipun. Bukan hanya sekedar mengucap innalillah. MaasyaAllah ketika mendengar penejelasannya. Langsung mengoreksi ke dalam diri. Manusia seperti apa saya ini ighfirly ya Rabb...

Beliau adalah sosok manusia yang berbeda meski beliau adalah salah satu orang yang terkenal di Nusantara ini. Jika orang lain yang tertimpa kejadian ini, kebanyakan mereka akan mengusut tuntas kasusnya dan memastikan  pelaku dihukum seberat-beratnya. Tetapi Syek Ali tidak melakukan itu. Bahkan ketika pelaku dihakimi masa saat itu juga, beliau justru menolongnya dan mencegah masa agar tidak menghakiminya secara sepihak. Biarkan hukum yang menentukan. Syekh Ali hanya bisa pasrah atas ketetapan yang telah Allah gariskan padanya. 

Saya masih tidak habis pikir, kok masih ada manusia sebaik Syekh Ali di zaman yang penuh dengan kegilaan ini. Zaman di mana manusia banyak yang saling membenci hanya disebabkan jari. Fitnah betebaran di mana-mana. 

Namun, kini orang itu sudah tidak ada lagi bersama warga negara Indonesia. Bukan karena beliau telah berpindah warga negara melainkan beliau telah memenuhi panggilan Rabb-Nya. Meninggalkan dunia yang fana untuk selama-lamanya. 

Menurut saya pribadi, memaafkan adalah pekerjaan yang cukup berat. Karena lisan bisa saja berkata "iya, sudah memaafkan" tapi bagaimana dengan hati?. Hati seseorang yang terluka apalagi. Sungguh memiliki hati yang lapang tidaklah mudah. Kecuali bagi mereka yang di dalam hatinya penuh dengan Al-Qur'an, cinta terhadap Al-Qur'an. Seperti Syek Ali Jaber. Dan yang sudah pasti seperti tauladan kita sepanjang masa Muhammad bin Abdullah (Muhammad Rasulullah).



0 komentar

Terima kasih sudah membaca postingan ini semoga bermanfaat :)