Sekolah


Tempat menimba ilmu dari guru-guru
Tempat berekspresi
Tempat berkumpul dengan teman sebaya,
Sekolah...
Wadah bagi mereka yang ingin dididik dan berkembang, katanya disitulah tempat untuk memanusiakan manusia (konsep pedagogik). Kenapa manusia harus dimanusiakan? Karena banyak manusia yang berlaku tidak seperti manusia. Disini kita diarahkan menjadi manusia yang beradab, manusia yang berilmu dan akan berlabel manusia yang berpendidikan.
Tentu, akan berbeda manusia yang berpendidikan dan tidak berpendidikan. Masih teringat jelas dalam ingatan, dulu kita tak mengerti tentang banyak hal. Namun ada sosok tanpa tanda jasa yang memberikan itu semua.
Di dalam sekolah, pasti ada satu kesatuan. Ada guru, ada siswa dan ada tempat untuk berinteraksi antara guru dan siswa. Dalam kitab Ta’lim Muta’alim dijelaskan bahwa pentingnya setiap manusia yang berilmu maka setiap daerah harus memikirkan terhadap bagaimana cara mereka memperoleh ilmu. Seorang siswa harus memiliki niat yang lurus untuk menghilangkan kebodohan dalam dirinya. Dan sebagai rasa syukur atas akal yang telah dimilikinya.
Kata Imam Syafi’i “jika kamu tidak pernah merasakan pedihnya mencari ilmu, maka bersiaplah menerima kebodohan”. Kurang lebih seperti itu, karena ketika kita mencari ilmu, pasti akan muncul keluhan-keluhan seperti capek dengan PR yang diberikan guru. Atau bahkan enggan bertemu salah seorang teman. Atau bisa jadi tidak mau dan benci terhadap salah seorang guru. Itu semua ujian yan akan kita rasakan ketika mencari ilmu. Tapi setelah itu, akan ada nikmat yang kita tuai setelah selesai melaluinya. Kita bisa bersikap bahkan berfikir lebih rasional dengan ilmu yang kita miliki.
Sekolah, adalah tempat yang dirindukan bagi mereka yang sungguh-sungguh ingin menghilangkan kebodohan dalam diri. Tak peduli betapa berat ujian yang akan dilalui.
Namun ternyata, ketika berada diposisi seorang pendidik (guru), ujian yang dilalui lebih dari sekedar menjadi yang dididik. Setiap hari mereka berfikir, bagaimana agar anak didiknya paham terhadap ilmu yang akan disampaikannya. Bagiamana agar anak didiknya bisa menjadi manusia yang diharapkan, bagaimana agar anak didiknya tidak mendapat label bodoh hanya karena tertinggal dengan mereka yang unggul. Menghadapi karakter anak didik yang bermacam-macam karakter dan prilaku, menghadapi anak didik bahkan dengan mencoba menerawang apa yang ada alam benaknya, itu semua tidak mudah. Itu semua bukan pekerjaan yang ringan.
Ada seseorang pernh berkata “menjadi guru itu, jangan pernah mengharapkan apapun dari mereka (anak didik), berharap kelak mereka menjadi pintar atau sukses. Jangan! Karena jika harapan itu tidak terwujud, guru yang akan kecewa. Ajarkanlah saja ilmu kepada mereka tanpa memikirkan apapun mereka kelak akan menjadi apa”. Ketika seorang guru terlalu berharap sesuatu maka guru akan memaksakan kehendaknya kepada siswanya. Yang terkadang belum tentu siswanya itu sanggup memenuhi apa yang diharapkannya. Ketika guru menaksakan kehendak, maka akan muncullah nilai-nilai yang harus menjadi patokan. Siswa akan dianggap pintar jika mendapatkan angka 10 dan akan dianggap bodoh jika mendapatkan nilai 5 bahkan nol. Karena penerapan inilah yang akan membuat siswa menghalalkan berbagai macam cara, bagaimana dia harus mendapatkan nilai 10. Karena label pintar lebih penting daripada ilmu yang didapatkan. Ini akan menyebabkan sebuah pemahaman yang keliru.
Lantas, bagaimana seharusnya sekolah yang baik itu? Apakah sekolah yang baik adalah kumpulan orang-orang yang memiliki nilai tinggi?. Atau seklah yang baik adalah kumpulan orang-oang yang memiliki adab dan keilmuan yang bisa diterapkan dalam kehidupan? Atau yang seperti apa?
Jika kita ingin benar-benar memanusiakan manusia, maka perlakukanlah manusia itu sebagaimana layaknya manusia.

0 komentar

Terima kasih sudah membaca postingan ini semoga bermanfaat :)