Terjebak Masa Lalu (Part. 3)
Hidup adalah
sebuah teka-teki, kamu harus menemukan soalnya untuk bisa menjawab teka teki
itu.
***
Adi, masih memiliki
rasa penasaran yang dalam terhadap Tia. Kenapa Tia tidak boleh diantar teman laki-laki?,
Sikapnya yang selalu dingin terhadap laki-laki bukan membuat dia mundur untuk
mendekati Tia. Malah sebaliknya, Adi ingin mengenal Tia lebih dalam
lagi. Adi tetap memberikan perhatian-perhatian kecil ke
Tia melalui pesan singkatnya. Bahkan terkadang Adi juga menelpon Tia, hanya
sekedar ingin bertanya kabar dan bertegur sapa. Hingga suatu hari, rupanya Adi menemukan satu informasi baru tentang
Tia. Tia suka menikmati alam, tanpa fikir panjang, Adi pun
berinisiatif mengajak Tia pergi jalan Melalui pesan singkat 'De, mau ikut jalan-jalan gak?' tak lama Tia pun membalas "kemana?
Sama siapa?" ; 'ke Wisata telaga, sama temen-temen kaka' ; "laki-laki
atau perempuan temennya?" ; 'dua-duanya, kenapa emang?' ; "gak papa,
liat nanti ya ka".
Keesokan
harinya,,
Adi kembali mengirim
pesan singkat 'de, gimana?'. Tia bingung, namun tepat dihari itu, Tia
sedang mengalami mood yang tidak begitu baik. Akhirnya Tia menerima ajakan Adi
"boleh ka, nanti jemputkan ya?" ; 'iya oke'. Tia berharap dengan refreshing moodnya kembali baik.
Bel waktu pulang
sekolah tiba, Adi sudah stay didepan gerbang sekolah menunggu kedatangan Tia. Tia
mengirim pesan ke Adi "ka, dimana? Jadi?" ; 'iya, ini sudah digerbang'.Tia segera menuju gerbang dan
menghampiri Adi. Sesampainya Tia didepan gerbang "temen kaka mana? Gak
kesini? Atau janjian dijalan?"
; 'iya de, maaf. Tiba-tiba dia cancel, gpp kan ya? Kita berdua aja?'.
Tia mulai bingung lagi, namun lagi-lagi karena keadaan. Tia pun mengangguk "ya
sudah, ayok".
Sesampainya
ditempat wisata, rupanya Adi ingin mengutarakan isi hatinya ke Tia. Namun, waktu
belum tepat! Muka Tia menunjukan rasa bosan dan jenuh. Akhirnya, Adi hanya mencoba
menghibur Tia dengan obrolan-obrolan ringan, berharap
dengan begitu mood Tia membaik.
'de, tau gak
mitos tentang tempat ini?'
"Gak, apa
emang?"
'katanya, kalau
ada pasangan yang datang kesini nanti mereka akan putus. Tapi sebaliknya, jika
ada yang menyatakan rasanya kepada pasangannya mereka malah awet, percaya gak?'
"Gak sih"
‘tapi de, ada temen kaka yang beneran loh
kesini malah putus, nanti kalau kita udah jadi pasangan mah jangan kesini’
“hah?
Maksudnya?" (Tia heran dengan ucapan Adi).
‘gak
de, lupain aja. Hehe’
Setelah sekian lama bercengkrama, suasana hati
Tia mulai mencair. Moodnya sedikit membaik. Namun, Tia menangkap sinyal aneh dari Adi. Menceritakan mitos,
bertanya tentang kriteria laki-laki, bertanya hobi dan lain-lain tentang Tia. Bahkan ketika
mendengar mitos itu, Tia langsung
mengalihkan pembicaraan dan beranjak dari satu tempat ke tempat lainnya. Hingga waktu sore pun tiba. Tia mengajak Adi pulang “ka, hayuk udah sore. Pulang”;
‘ayok, mau makan dulu gak?’; “gak usah, nanti dirumah aja”. Mereka pulang, Adi
kembali mengantarkan Tia kerumahnya. Namun tetap, Adi hanya mengantar Tia
sampai dipersimpangan jalan rumahnya.
***
Malam
harinya, Adi kembali mengirimi pesan ‘de, makasih ya tadi udah mau nemenin’ ; “iya
ka, sama-sama”. Adi memutuskan bahwa, malam itu dia ingin mengutarakan
perasaannya kepada Tia, dan meminta Tia untuk jadi pacarnya. ‘de, kaka boleh
tanya?’; “iya”; ‘ade mau gak jadi pacar kaka?’.
Tia
hanya mengacuhkan pesan itu, sebenarnya Tia sudah memiliki feeling terhadap
ini. Tia tidak mau menjawab pesan itu, bagi Tia pacaran hanyalah hal yang tidak
menarik dan membuang waktu, melihat teman-temannya banyak yang sering menangis
hanya karena pacarnya. Belum lagi terkadang kaya orang gila senyum-senyum
sendiri. Tia sudah sangat sering menjadi tempat curhat teman-temannya yang
patah hati. Bahkan, saking keselnya dia pernah memarahi seorang teman karena
menangis lagi gara-gara laki-laki. Hingga temannya memberikan sumpah kepada
Tia, kelak dia juga merasakan hal yang sama. Dengan PD-nya Tia berkata tidak
akan.
Adi,
masih tak ada hentinya bertanya kepada Tia. Meminta kepastian dari jawaban Tia,
hingga suatu hari Tia pun membalasnya. “maaf ka, temenan aja. Gak papa kan?”
Tia berusaha menolak Adi dengan cara yang baik agar tidak menyakiti perasaan
Adi. Siapa sangka, Adi bukannya menyerah ketika ditolak malah melontarkan
pertanyaan baru ‘loh, kenapa? Kaka sayang loh’; “emang sayang harus pacaran ya?”;
‘gak sih, tapi kalau jelaskan enak’. Tia kembali menatap layar handpohonenya
dan hanya termanung. Bingung!! Harus beralasan apa agar bisa menolaknya. Hingga
akhirnya Tia pun bercerita kepada teman dekatnya, termasuk teman yang pernah
memberikan sumpah kepada Tia.
Hasil
dari saran temannya adalah kembali menjawab dengan baik-baik. Ah, Tia lupa punya
cara yang ampuh untuk menolaknya langsung dia mengambil ponselnya dan membalas
pesan Adi. “ka, aku
gak percaya”; ‘gak percaya apa de?’; “ya kaka suka, terus sayang. Bilangnya aja lewat sms gini”; ‘lalu maunya gimana?’; “coba kerumah aku, main. Utarakan maksud
kaka secara langsung. Berani?”. Tia berharap dengan cara ini Adi mundur, karena
beberapa kali cara ini berhasil. Tidak ada satupun laki-laki atau pria yang berani
kerumah Tia. Karena Tia selalu menceritakan sang kaka yang begitu bengis. Namun,
siapa kira? Adi jutru membalas pesan Tia dengan jawaban ‘iya, besok kaka kesana’.
What??? Tia melotot memandangi layar ponselnya kaget dengan jawaban Adi. Bagaimana
ini????. but, never mind!
Bukan
Tia jika masih memikirkan hal-hal begitu. Syoknya yang tadi lupa begitu saja,
dengan masuk pelajaran dan mulai kembali beraktifitas seperti biasanya.
Keesokan
harinya, Tia melakukan aktivitas seperti biasa. Dia lupa akan hari itu adalah
hari dimana Adi berjanji akan kerumah. Bel sekolah tiba, Tia bergegas pulang. Dan,
siapa mengira tiba-tiba Tia kembali mendapati Adi berada didepan gerbang dengan
motor pinknya. Tia segera menghmapiri Adi “loh ka, ngapain? Lagi nunggu temen ya?” Tia
benar-benar polos, lupa dengan sms dia kemarin. ‘nggak, nunggu ade kan? Hayu pulang’;
“eh, kok?” akhirnya Tia sadar, hari itu adalah hari Adi akan mengutarakan
langsung. Tia mulai salah tingkah, bingung dan akhirya tetap naik ke motor Adi
dan diantar pulang oleh Adi. Ditengah perjalanan, Adi memecah kesunyian ‘de,
jadi gimana?’; “gimana apa ya?” Tia pura-pura tidak tau. ‘loh, yang kemarin sih’;
“kemarin yang mana?”; ‘@$%@^&%@&@&@’ ; “apaan ka? Gak denger, nanti
aja ngomongnya pas sudah sampai”.
Sesampainya dirumah, kali ini benar-benar Adi mengantarkan Tia
didepan rumahnya. ‘ini udah sampai, jadi gimana?’; “ kaka mau mampir dulu gak?”
; Tia tidak menyangka ternyata Adi nekat. Tapi tetap saja, Tia tidak menjawab
dan menerima Adi. Ada gejolak batin yang dia rasakan. Tia hanya berkata “nanti
deh ka, di sms saja aku jawabnya. Sekarang aku masuk dulu, makasih ya”. Adi
hanya bisa termenung, bingung! Ini orang maunya apa. Lagi-lagi Adi hanya bisa
bersabar dan menunggu kembali.
Tia menceritakan kejadian tersebut kepada
teman-temannya, dan temannya mengira Tia sudah pacaran dengan Adi. Hingga disekolah
ramai mereka mengolok-olok Tia. ^Cie,, akhirnya punya pacar^; “kata siapa? Nggak
ko. Belum “; ^loh kemarin itu?^; “aku belum jawab, ingin nolak tetep. Tapi dia
udah beneran ikuti syarat dari aku” ; ^kamu tuh, terima aja coba, gak ada tau
laki-laki kaya gitu. Sabar banget^. Namun Tia tetap dengan pendiriannya, tidak
ingin pacaran. Ketika Tia pergi ke toilet dan meninggalkan ponsel dikelasnya
bersama teman-temannya, salah satu dari temannya iseng dan mengambil handphone
Tia. Segera temannya mencari kontak nama Adi dan membalas pesan Adi. “ka, aku
terima”. Sekembalinya Tia dari toilet, Tia mendapati teman-temannya bertingkah
aneh dan tertawa cekikikan. Tia curiga, segera Tia menegcek ponselnya dan tepat
Adi mebalas ‘yes,, akhirnya. Makasih de’. Tia mengamuk kepada teman-temannya
dan segera memebalas pesan Adi “ka, itu bukan aku, temen-temen tadi”. Tapi sayangnya
Adi tak percaya dan tak menghiraukan itu semua. Yang Dia tau, Dia mendapatkan
jawaban ya. Hari itu, resmi Adi dan Tia berpacaran.
Hari-hari Tia sedikit berubah sejak itu, ada yang mau
mengantarnya ke sekolah bahkan menjemputnya. Tapi, ini bukan yang Tia inginkan,
Tia merasa risih dengan itu semua, berkali-kali Tia mengatakan putus kepada
Adi, namun Adi selalu menemukan cara agar Tia membatalkan kata-kata itu. Hingga
beberapa bulan berlalu. Adi tetap Adi yang mengagumi Tia dan menyayangi Tia. Dia
selalu berusaha menjadi yang terbaik untuk Tia. Hingga membuat perasaan Tia
menjadi luluh, bahkan mengutarakan kata “kok ada, cowo kaya dia ini”. Tia masih
heran, sekaligus dia mulai terkena virus yang Adi tularkan kepadanya, virus
merah jambu.
Awalnya Tia hanya
memanfaatkan Adi, untuk membantu mengerjakan tugas sekolahnya yang menurut dia
sulit, seperti menggambar dan bermain musik. Rasa Tia terhadap Adi, berubah
seiring berjalannya waktu. Bagaimana tidak, Adi selalu meminta izin kepada
orang tua Tia jika dia ingin mengajak Tia pergi, bahkan ketika
mengantarkan Tia terlambat pulang sekolah. Sikap ini yang benar membuat Tia luluh, menaruh simpati dan jatuh cinta.
Nampaknya, Adi memang benar-benar serius terhadap Tia.
Dia tidak ingin main-main, bahkan ingin hubungannya bersama Tia berlanjut sampai ke
jenjang pernikahan. Hingga suatu hari ketika Adi mengantarkan Tia pulang
sekolah terjadilah perbincangan yang cukup serius. ‘De, liat rumah-rumah
disana, nanti kita juga nyicil ya beli rumah baru yang kecil aja’ ; Tia hanya
tersenyum dan berkata “gimana kaka aja” dalam hatinya bergumam. *duh, belum
kepikiran aku. Aku kan masih ingin sekolah melanjutkan kuliah terus berkarir*. Adi
kembali memecahkan lamunan Tia ‘de, kan alhamduillah nih kaka udah kerja. Nanti pengangkatan
itu 2 tahun lagi, nah sebentar lagi ade juga kan lulus, kerja terus nanti kita
serius ya. Ade tungguin kaka mau?’ lagi-lagi Tia masih buram masalah itu. “he,,
iya ka. Liat nanti aja, sekarang mah jalani dulu aja”.
______
Ujian sekolah dan ujian nasional semakin dekat. Tia
dan Adi jarang berjumpa, karena Tia harus fokus belajar dan Adi sudah mulai
kerja secara shift yang membuat waktunya bersama Tia sedikit berkurang. Hanya sesekali
bertegur sapa via sms dan telpon.
______
Hari kelulusan tiba, Tia masih bingung akan
melanjutkan kemana, yang jelas dia masih ada keinginan untuk melanjutkan
sekolah yaitu kuliah. Tia meminta pendapat ke Adi, tentang niatnya dan seperti
biasa, Adi selalu mendukung. Walau dalam benak Adi yang sesungguhnya dia
mengharapkan Tia tetap bersamanya dan memilih untuk kerja saja. Kelulusan sudah
selesai, Tiapun juga melakukan pendaftaran ke salah satu Universitas terkenal
di Indonesia. Kini, Tia hanya tinggal menanti kelulusan dari Universitas yang
dia daftar. Adi menyarankan Tia untuk sambil nyari kerja diwaktu menunggu pengumuman, untuk mengisi
kegiatan Tia yang kosong. Karena Adi tau, Tia orang yang tidak bisa diam
dirumah menunggu begitu saja. Lagi-lagi Adi sangat mengerti Tia.
‘de, besok cari kerja aja. Daripada dirumah bengong’; “iya,
tapi kemana? Terus ngapain aja? Apa yang harus dipersiapkan?”. Adi segera
menjelaskan ini itu terkait dunia kerja kepada Tia, tapi Tia sudah mulai manja
kepada Adi. “bingung ah, bikin ini itu juga gak tau dimana”; ‘ya sudah, nanti kaka antar. Tunggu kaka libur atau sift malam’ ; “oke”.
Begitu waktu luang, Adi segera mengantarkan Tia kesana
kemari bahkan insiden KTP Tia hilangpun dia rela izin kerja untuk mencarinya. Berkas-berkas
syarat pencari kerja sudah lengkap ditangan Tia, namun Tia masih tetap bingung,
mau kemana dia mengirimi surat lamaran kerja. Lagi dan lagi Tia hanya menunggu
instruksi dari Adi.
Dan,,, pengumuman kelulusan dari Unversitas pun tiba.
Tia tidak menyangka, ternyata dia diterima di salah satu perguruan tinggi
terkenal yang ada di Indonesia dan mendapat beasiswa. Tia mulai bingung kali
ini, bagaimana mengabarkannya kepada Adi? Apakah Adi akan mengizinkan? Ah,
rupanya Tia sudah mulai menapaki jalan serius juga dengan Adi. Dia akan menurut
apapun yang Adi sarankan kepada dia. Tia mengirimi Adi pesan “ka, besok bisa
ketemu?” ; ‘ada apa emang de? Besok kaka kerja’ ; “kerja shift apa emang? Sebentar
aja”; ‘shift malem de, tapi siang kaka harus antar ibu dan adik’; “sebentar aja
ka, temenin makan doang”; ‘okelah’.
Merkapun bertemu, Adi menjemput Tia
kerumah. ‘centil ya, makan aja harus ditemenin’ gurau Adi ketika bertemu Tia. “hehe,
sesekali ini”; ‘mau makan dimana emang?’; “itu, ke bakso langganan kita aja”. Merekapun
pergi ke warung bakso langganan yang jaraknya agak lumayan jauh, tapi itu
tempat favorit mereka. Sesampainya disana, kini Tia yang mengawali pembicaraan
terlebih dahulu “ka, mau ngasih tau”; ‘ngasih tau apa?’; “eh tanya dulu deng,
kalau aku ketrima kuliah gimana ka?”; ‘ya gak gimana-gimana. Tapi ya, kalau
kata kaka sih kuliahnya disini aja kan bisa’. Tia mulai ragu memberikan kabar
itu, tapi dia harus tetap memberitahukannya kepada Adi. Dengan nada lirih Tia
pun berkata “ka, aku lulus!! Aku diterima di Bandung dan dapat beasiswa”. Adi terdiam,
bahkan menghentikan makan baksonya. ‘Alhamdulilah kalau gitu. Kaka juga kalau
gak salah ada teman di Bandung. Apa nama kampusnya?’; “Univ A”; ‘wah kebetulan,
temen kaka juga disitu. nanti kaka titipin kamu ke dia’. Raut muka Adi tak
seriang ketika menjemput Tia tadi. Tia pun merasakannya “ka, kalau kaka gak
setuju nih ya, gak papa kok de gak ambil aja. De nanti kuliah disini aja sambil
kerja”. Baru kali ini Tia mengambil keputusan bodoh. Menuruti kemauan orang
lain. Bukan Tia seperti biasanya yang selalu yakin dalam memutuskan tanpa harus
menunggu persetujuan orang lain. Virus merah jambu membuatnya sedikit melunak. Tapi,
siapa yang mengira? Adi bukan laki-laki egois yang menghentikan mimpi Tia. ‘nggak
de, ambil aja. Sayang beasiswa nanti kaka kenalin sama temen kaka yang disana
ya’. Mereka hanya saling termenung, Tia tau betul yang Adi fikirkan. Bahkan baru
kali ini Adi segera bergegas mengajak Tia pulang ‘sudah de, makannya?’; “iya”; ‘hayuk pulang, kaka masih ada perlu lagi’. Tia merasakan sikap Adi yang begitu
berbeda, dingin dan mendadak menjadi sedikit acuh. Tia hanya mengangguk dan merekapun pulang.
Setelah pertemuan itu, Adi dan Tia mulai
sedikit renggang, hal-hal sepele selalu menjadi alasan keduanya berdebat. Hingga
mereka memutuskan untuk tidak saling berkomunikasi dan bertemu dulu. Kali ini,
Tia yang tidak sabar. Dia merasakan kehilangan sosok yang selalu ada baginya.
“ka, udahan ya ngembeknya, maafin de kalau
salah”. Untuk pertama kalinya Tia mengucapkan kata maaf kepada Adi. Adi masih
uring-uringan, dia juga bingung harus bagaimana. Yang jelas, dia tidak
menginginkan LDR (Long Distance Relationship) dalam hubungannya. Adi tak
membalas pesan Tia, pikirannya masih kacau, perasaannya mash tidak karuan. Tia
terus-terusan mengirimi Adi pesan, hingga Adi membalas pesannya ‘kapan
berangkat?’; “nanti satu pekan lagi”; ‘sama siapa kesana? Oh iya ini nomer
teman kaka 081987xxxx ningsih namanya’; “nanti sama temen-temen kesana pake
mobil kakanya temen. Iya makasih nanti di hubungi”; ‘ya sudah hati-hati’; “kok?
Kaka nanti mau nganter kan?”. Adi terdiam dan beberapa kemudian barulah dia
membalas ‘iya, Insya Allah’.
Tepat dua hari sebelum Tia berangkat ke Universitas di Bandung, Adi dengan berat hati memutuskan untuk menyudahi
hubungannya dengan Tia melalui sms. ‘Assalamualaykum,, de lagi apa?’; Tia
begitu bahagia dengan sms Adi, Tia fikir Adi sudah normal seperti dulu lagi. Segera
dia membalas pesan itu “wa’alakumsalam, lagi santai ka. Kaka lagi apa?”; ‘sama’;
‘de, kayaknya lebih baik kita putus aja’.Betapa kagetnya Tia membaca pesan
dalam ponselnya, dia tertegun. Bingung akan membalas apa, dulu dia yang sering
melontarkan kata-kata itu. Sekarang berbalik!. Adi kembali mengirimi pesan ‘maafin
kaka ya, mungkin banyak salah. Sukses kuliahnya’. Tanpa sadar, air mata menetes
membasahi pipi Tia dan dengan perasaan sedih Tia membalas “ya sudah”. Pertama kali
dalam hidupnya Tia menangis demi laki-laki yang masih berlebel pacar. Sumpah temannya
dulu terkabul. Tia hanya mengurung diri dikamar setelah pesan itu didapat. Sakit,
perih, serta penyesalan ada dalam diri Tia. Menyesal karena telah kena virus
merah jambu. Oh tuhan... sakitnya seperti ini ternyata begitu gumam Tia dalam
hati. Tia pun mengingat teman-temannya dulu yang pernah dia marahi. Bayangan-bayangan temannya hadir satu per satu, untuk hal ini Tia merahasiakan dari teman-temannya.
Ponsel Tia kembali berdering, nada pesan
masuk. Adi ternyata! Tia berharap Adi membatalkan niatnya, namun ternyata ‘de,
nanti kaka tetap antar ke rumah temannya pas mau berangkat’; “gak perlu ka, gak
usah. Lagian kaka bukan siapa-siapa lagi. Makasih’
Tia berusaha tegar, tak ingin menjadi lemah
hanya karena putus cinta. Hari keberangkatan tiba, yang sebenarnya, ini
keberangkatan hanya untuk validasi berkas saja, masih ada beberapa bulan lagi Tia dirumah. pukul 18.30 Tia janjian
berkumpul dirumah temannya, pukul 17.00 Tia sudah selesai packing dan siap untuk
berangkat kerumah temannya, dan meminta antar kakanya. Pukul 18.00 Tia sudah
akan berangkat, namun bunyi suara motor
Adi terdengar. Tia tak berkata apapun ketika Adi datang. Adi dengan sopan izin
dan berpamitan kepada kaka dan Ibu Tia, izin mengantarkan Tia sampai ke rumah
temannya. Tanpa komentar apapun, Tia naik ke motor Adi. Tia masih berharap Adi merubah
keputusannya ditengan perjalanan nanti. Ah, sayangnya harapan itu pupus,
sepanjang perjalanan tak ada satu patah kata pun keluar dari mulut Adi. Hingga tiba
dirumah teman Tia. Bahkan Adi tidak menengok wajah Tia sama sekali,Tia turun
dari motor Adi dan disambut oleh temannya. Sebelum Tia masuk kedalam rumah
temannya itu, Tia mengulurkan tangan kepada Adi, pamit salam perpisahan. Tanpa mengucapkan
kata-kata. Kali ini, bukan Tia yang meninggalkan Adi, namun sebaliknya. Begitu salam
perpisahan selesai, Adi langsung tancap gas mennggalkan Tia. Tia pun masuk tepat setelah Adi pergi dan hilang dari pandangannya.
Pukul 20.00 Tia berangkat ke Bandung, Tia meninggalkan kota kelahirannya dengan
suasana hati yang mendung, sedu sedan. Namun bukan Tia jika dia tidak bisa
menyembunyikan rasa itu semua dihadapan teman-temannya.
-Bersambung-
12 komentar
Hidup juga bagai potongan puzzle yang harus dicari potongnya untuk disatukan agar bermakna
ReplyDeleteHubungan Tia dan Adi yang bikin penasaran. Keren kk^^
ReplyDeleteDek.. kamu hebat bisa nulis sepanjang ini. aku belum sanggup. Hiks Hiks,
ReplyDeleteGak sadar ka... Lagi encer. Dan hari ini aku stuck! Gk tau mau nulis apa wkwkwk
ReplyDeleteItu sebabnya aku tak mau pacaran 😣😅
ReplyDeleteSemangat kak, next dong 😅
Penasaran kak sama kelanjutannya, ditunggu kelanjutan ceritanya ya kaka :)
ReplyDeleteDitunggu kelanjutannya kak
ReplyDeleteBagaimana kelanjutannya,?di tunggu
ReplyDeleteBagaimana kelanjutannya,?di tunggu
ReplyDeleteditunggu kelanjutannya kka
ReplyDeleteUch ada ka... D postingan selanjutnya
ReplyDeleteNunggu lanjutannya nih
ReplyDeleteTerima kasih sudah membaca postingan ini semoga bermanfaat :)