Terjebak Masa Lalu (End)


***

Dalam metamor kehidupan, kita akan mengalami dua hal : meninggalkan atau ditinggalkan. Kita harus siap terhadap keduanya.

***

Setelah perpisahan itu, Tia masih dirundung kesedihan yang begitu dalam, begitu tega Adi melakukan itu semua, ketika Tia sedang sendiri dikamar kostnya, Tia masih sering menitihkan air mata jika teringat masa-masa bersama Adi, rindu sangat rindu ingin rasanya bertanya kabar kepada Adi, namun rasa itu terkalahkan dengan gengsi Tia yang begitu tinggi.

Di ruang yang berbeda, Adi juga merasakan hal demikian, tak ingin berpisah namun keadaan memaksa untuk berpisah. Berat bagi Adi untuk menjalani hubungan jarak jauh, yang berarti dia harus menaruh kepercayaan lebih dan kesetiaan akan benar-benar teruji. Adi tak mau mengalami hal-hal yang tidak diinginkan, seperti diselingkuhi atau bahkan dirinya yang selingkuh, ini hanya akan lebih membuatnya dan Tia merasakan sakit lebih dalam. Begitu jauh pemikiran Adi kedepan. Yang ternyata Tia juga berfikiran hal yang sama.

Detik berganti menit, menit berganti jam, jam berganti hari, hari berganti bulan dan bulan berganti tahun. Seiring berjalannya waktu, Tia mulai terbiasa kembali hidup tanpa kehadiran Adi, tanpa perhatian kecil dari Adi lagi. Tia mulai fokus dengan dunia kuliahnya, dunia baru, teman baru, lingkungan baru, untuk masalah cinta dia tidak terfikirkan lagi. Tia menyibukkan diri sebisa mungkin agar kenangan bersama Adi benar-benar bisa dia lupakan dengan mengikuti berbagai macam kegiatan kampus. Namun, usahanya itu seringkali gagal. Entah kenapa nama Adi itu sangat pasaran, Tia sering menjumpai nama itu ditoko-toko bahkan warung. Tapi setidaknya, dia bisa menjadi biasa-biasa saja.

Adi, juga berusaha melupakan Tia. Bukan dengan menyibukkan diri agar dia bisa melupakan Tia, tapi dia mencari cinta yang baru. Mencari seseorang yang bisa menggantikan Tia, namun sayangnya dia selalu mencari orang yang mirip dengan Tia. Beberapa kali dia menjalin hubungan dengan gadis lain tapi tetap saja, baru beberapa minggu sudah putus. Tia tidak tau tentang ini, Adi bahkan memblokir Tia dari pertemanan di facebooknya.

Ketika libur semester, Tia pulang ke kampung halamannya. Bahkan dengan sengaja dia masih mencari informasi tentang Adi, tapi belum ada hasil. Ketika libur semester 4 barulah Tia mendapat kabar dari temannya yang kebetulan satu tempat kerja dengan Adi, temannya mengatakan bahwa Adi sudah punya pacar. Betapa terkoyak hati Tia, tidak menyangka Adi secepat itu melupakannya. Fikiran dia pun melayang, menduga bahwa alasan Adi memutuskannya adalah memang karena hal ini. “ah,, dasar laki-laki” gumam Tia. Diwaktu yang bersamaan, ketika Tia mendapati kabar bahwa Adi sudah punya pacar baru, ternyata Adi kembali menghubungi Tia. Tiba-tiba ada nomor asing yang masuk mengirimi Tia pesan. ‘de, apa kabar?’ ; tanpa bertanya siapa, Tia sudah tau, bahwa itu Adi. Karena satu-satunya orang yang memanggil dengan sebutan itu hanya Adi. “baik, siapa?” Tia berpura-pura tidak mengenali nomor tersebut.; ‘jutek banget, ini kaka’; “oh”; ‘Tia, lagi sibuk? Gimana kuliahnya?’; “lancar”. Panggilan Adi mendadak berubah kembali. Perasaan Tia seolah seperti sedang dimainkan, campur aduk rasanya. Benci, kesal, marah tapi ada sedikit celah rindu disana. Adi kembali mengirimi pesan ‘syukurlah, kalau lancar’; “y”. Dalam hati Tia ingin sekali rasanya bertanya, kerjaan kaka gimana? Kaka juga baik kan?? Bahkan ingin memastikan pacaran dengan siapa? Namun, itu semua tidak Tia lakukan! Dia hanya memendam semua itu dalam hati.

Argh... ini manusia mengganggu sekali, kenapa harus datang lagi!!, teriak Tia. Adi kembali mendekati Tia, berharap dia masih bisa menjalin hubungan kembali dengan Tia seperti dulu. Namun sangat di sayangkan. Adi harus memulai itu semua dari awal lagi. Tidak mudah memang!. Kali ini, Tia benar-benar tidak ingin terkecoh kembali, yang Tia fikirkan hanyalah bagaimana caranya dia harus lulus tepat waktu. Tia menganggap Adi adalah krikil yang harus segera disingkirkan. Jangan jatuh kedalam lubang yang sama, itu prinsip Tia. Rasa sayang terhadap Adi yang sebenarnya masih tersimpan, Tia tutup rapat-rapat bahkan dia gembok dan membuang kunci gembok itu. Dalam hatinya, dia meyakini satu hal, jika memang dia berjodoh dengan Adi pasti akan ada jalan lagi untuk kembali bersama dalam ikatan halal bukan pacaran.

Adi menghubungi Tia bukan tanpa maksud ternyata, dia ingin memberi kabar bahwa dia sudah diangkat menjadi karyawan tetap di tempat dia bekerja, sayangnya respon Tia tidak begitu baik. Adi sangat faham dengan sikap Tia yang seperti itu, Tia memang mudah memaafkan, namun sebuah kekecewaan akan tetap singgah dalam hatinya. Ternyata, Adi masih menunggu Tia kembali. Bahkan dia membuat jadwal kelulusan Tia kapan dan bulan berapa Tia lulus, disaat itulah dia akan mencoba kembali masuk kedalam kehidupan Tia kembali dan mengajak Tia untuk menikah.

2 tahun kemudian, tepat dibulan Agustus Tia mendapati kelulusannya. Ah betapa bahagianya Tia kala itu, dia segera membuat planing apa-apa yang harus dia kerjakan dan siapkan. Setelah beberapa hari kelulusan, Adi benar-benar kembali menghubungi Tia. Kembali meng-add pertemanan di facebook dan berkomunikasi via inbox. ‘hay...’ begitu sapa Adi dalam inbox pertamanya. “ya” Tia masih tetap jutek dan dingin. ‘jutek banget bu, gimana kabar?’; “baik”; ‘gimana kuliah? Udah lulus ya’; “y”. Tia langsung offline menutup laman facebooknya. Ah ini orang mau apa sih, kok balik lagi udah bisa lupa juga tapi belum benar-benar lupa sih huhuhuhu (gumam Tia dalam hati).

Tia masih punya rasa penasaran terhadap Adi, apakah Adi masih suka kepadanya atau tidak. Hingga beberapa kali Tia melakukan tes sederhana. Tia kembali online dilaman facebooknya dan mengirimi adi pesan inbox “ka, kalau ada perlu ke nomer ini aja 08976xxxx”. Adi sedang tidak online kala itu, tapi tidak lama kemudian handphone Tia berdering ada panggilan masuk kemudian sms ‘Tia, ini kaka’. Yes,, begitu bahagia Tia kala itu, karena berharap Adi benar masih memiliki rasa yang sama. Hanya saja, komunikasi kali ini begitu kaku dan canggung. Adi bingung memanggil Tia dengan sebutan apa, begitupun Tia tapi Tia tetap mencoba biasa memanggil Adi dengan sebutan 'kaka'. Adi juga bingung harus memulai darimana mengutarakan niatnya itu. Dalam benak Adi, apakah Tia mau menerimanya walau jenjang sosial dia dan Tia berbeda? Apakah Tia masih sendiri? Adi menerka-nerka tiada habisnya. Sampai akhirnya dia memberanikan diri bertanya ‘sekarang sedang sama siapa?’; “dikamar kost, sendirian”. Tia tau maksud Adi, namun dia sengaja membelokkan ‘awas loh, nanti ada sesuatu kalau sendirian’. Apasih garing... krik,,krik,, Tia mengabaikan pesan Adi begitu saja. Keesokan harinya, Adi kembali memberanikan diri bertanya kepada Tia ‘Tia, sedang sama siapa sekarang?’; “gak sama siapa-siapa”; ‘oh, kenapa?’; “gak papa”. Adi masih belum berani mengutarakannya, yang dia rasakan kala itu bahagia. Karena ternyata Tia masih sendirian, tidak ada yang mendekati.

Dibalik kejutekan Tia yang begitu ekstrim, Tia masih ingin mencoba mengetes Adi tentang perasaannya. Kala itu, dia sedang menuju pulang kampung, dalam perjalanan Tia iseng mised call Adi, dan benar saja ternyata Adi langsung mengirim pesan ‘ada apa? Maaf gak keangkat’; Tia senyum-senyum sendiri didalam bus, Tia sangat yakin Adi masih memiliki rasa yang sama namun jika mengingat Adi yang begitu mudah mencari pacar, mendadak Tia kembali ilfill. Tia membalas pesan Adi, “kerja sift apa?”; ‘malam, kenapa?’; “ah ini, mau minta tolong”; ‘tolong apa? Kalau bisa dibantu’;”bisa jemput? dan antar kerumah?”; ‘bisa’; Adi menjawab dengan spontan tanpa bertanya dulu kapan dan dimana dia menjemputnya; “tapi ini masih jauh, kemungkinan ashar nyampe sana”; ‘oke, kabari aja’; “ok, makasih”.

Beberapa jam kemudian, “ini udah mau nyampe, jemput dilampu merah aja”; ‘oke’. Adi segera meluncur menjemput Tia, kini motor yang dia kendarai bukan lagi warna pink namun abu. Tak lupa, dia berdandan begitu rapih dan wangi. Jantungnya berdegup begitu kencang, akhirnya setelah sekian lama terpisah kini berjumpa kembali. Tia sudah turun dari bus, menunggu kedatangan Adi. Jantungnya juga ikut berdegup kencang, dia memikirkan cara menyapa Adi harus bagaimana dan bertingkah seperti apa. Tak lama kemudian, Tia melihat Adi dan segera melambaikan tangannya khawatir Adi sudah lupa dengannya. Adi berhenti tepat didepan Tia, Tia tersenyum namun canggung. Tia memberanikan diri untuk menegur Adi terlebih dahulu “eh, motornya ganti”; ‘iya, yang dulu dipake ibu’; “ini ngrepotin nggak?”; ‘gak kok, yok naik’. Tia pun naik, sepanjang perjalanan mereka berdua benar-benar canggung dan kaku. Tak berani saling sapa dan bertanya kabar. Tapi, dibelakang,Tia senyum-senyum sendiri dan hatinya tak hentinya bergumam. Sesampainya dirumah, Tia malah terjatuh tepat ketika Adi masih berada disana dan sedang pamit kepada ibu Tia. Adi mengulurkan tangannya untuk membantu Tia berdiri. Tapi, Tia salah tingkah pipinya memerah dan ada rasa malu yang dia tutupi, Adi hanya tersenyum melihat tingkah Tia dan dia segera pamit. Adi tak ingin Tia juga melihat gelagat yang aneh dalam dirinya.

Setelah kejadian itu, Tia sudah mulai melunak kembali kepada Adi, namun pertanyaan-pertanyaan Adi kini malah membuat Tia jengkel dan kembali mengacuhkan Adi. ‘Tia, kapan nikah’: “belum tau”; ‘kenapa’; “gak papa”; ‘calonnya ada’; “gak”; ‘masa sih, gak percaya’; “y, kamu kapan nikah?”; ‘nanti, kamu dulu aja’. Tidak sekali Adi mengirimi pesan kepada Tia terkait obrolan ini. Sampai pada akhirnya Tia murka dan membalas “kamu kalau mau nikah, nikah aja. Gak usah brisik nanya terus ke aku”. Adi kaget, tak menyangka Tia akan merespon hal seperti itu. Setelah kejadian itu, Adi mengurungkan niatnya untuk kembali kepada Tia. Namun disisi lain, ternyata Tia juga menyesal selalu bersikap kasar dan jutek. Tapi itu semua, sudah terlambat. Adi sudah benar-benar merelakan Tia, bahkan setelah beberapa bulan dari kejadian itu, Adi kembali menemukan tambatan hatinya dan serius kepada gadis itu. Sesuai dengan pesan Tia, sebelum Tia murka jika dia sudah siap menikah jangan pacaran terlalu lama, nikahi gadis itu segera. Tia benar-benar menyesal pernah berkata itu kepada Adi. Adi benar-benar serius dan akan menikahi gadis itu, gadis yang juga dia panggil ‘de’ persis seperti panggilan dia dulu kepada Tia.

Tia hanya bisa merelakan dan mengikhlaskan bahwa Adi memang bukan jodohnya. Bahkan Tia sudah menyiapkan diri jika nanti diundang untuk menghadiri pernikahan Adi. Tapi ternyata, takdir berkata lain tepat 6 bulan sebelum Adi menikah, Tia mendapati kabar bahwa Adi meninggal dalam kecelakaan kerja. Tia menangis untuk yang kedua kalinya untuk pria yang sama. Ketika Tia menerima kabar tersebut, Tia sedang berada diluar kota, sehingga sangat tidak memungkinkan untuk melayad ke rumah Adi, terlebih Adi sudah memiliki calon istri. Siapa Tia yang tiba-tiba datang kerumah duka.

Sampai saat ini, Tia benar-benar terjebak dalam ruang masa lalu, kisahnya bersama Adi benar-benar tidak bisa dilupakan. Bahkan Adi sudah meninggal pun Tia masih sering mimpi bertemu Adi. Selamat jalan Adi, semoga tenang disana. Aku, masih menunggu kamu terlahir kembali dan kita bisa bersama (gumaman Tia terakhir kalinya). Ya, Tia masih menunggu Adi datang untuk kedua kalinya dan dia sangat mengharapkan hal itu, meski mustahil adanya.

____End_____

9 komentar

  1. endingnya lhoo.. keren bageet... aku ndak menebak bkal gitu.. semangaat kak

    ReplyDelete
  2. Walau endingnya sedih karena adi wafat tapi tetap dapat nilai moralnya. Bahwa jodoh memang tidak dapat dipaksakan. Bagus dek ceritanya

    ReplyDelete
  3. Semangat terus buat kita.. sampai akhirrrr 💪

    ReplyDelete
  4. Manusia berencana ,namun ketetapan ada ditangann Allah

    ReplyDelete

Terima kasih sudah membaca postingan ini semoga bermanfaat :)