Sibei sudah berada di taman, sebuah walkman di genggamnya terbungkus sebuah kotak berbungkus kertas berwarna merah muda dengan corak bunga.
Ilvy masih bersiap, perlahan dia melepas satu demi satu alat medis yang ada di tubuhnya. Dengan sangat hati-hati dia mengendap-endap melangkahkan kaki keluar dengan tidak mengeluarkan suara sekecilpun.
Jarak masih 20 meter ke depan, Ilvy sudah melihat sosok pria dengan menggunakan jaket berwarna cream dengan kaos berwarna abu-abu. Dengan gaya rambut belah dua dan kedua tangan yang dimasukkan kedalam kantong celana
"Hai..." Teriak Ilvy kepada pria itu dan melambaikan tangannya dengan rona wajah bahagia.
Sang pria membalas lambaian itu dan tetap menunggu di tempat.
"Sory lama, ada apa? Tumben ngajak ketemu
"Aku, aku, aku mau mengucapkan banyak terimakasih ke kamu vy."
"Makasih untuk?"
"Banyak vy, salah satunya kamu mau menjadi teman baikku selama ini"
"Santai... Aku juga seneng ko bisa kenal dan dekat sama kamu" tangan Ilvy refleks merangkul Sibei. Tubuh Sibei berubah menjadi kaku, kedua bibirnya kelu seperti ada lem yang menemoel sangat kuat.
"Oh iya Vy, aku punya hadiah buat kamu" Sibei memberanikan diri mengeluarkan kotak itu, tangannya seperti baru terkena sengatan listrik.
"Apa ini?"
"Buka aja Vy"
Srek srek srek
"Wau... Walkman. Thanks ya Bei"
"Semoga suka ya Vy, di dalamnya sudah ada karya yang aku buat khusus buat kamu"
Pandangan Ilvy mendadak kabur, semuanya Samar. Di kepalanya mulai terasa seperti sengatan binatang yang berbisa.
"Bei, sory to say. Aku balik dulu. Aku gak bisa lama-lama kasian nyokap nunggu"
"Mau kemana Vy, aku antar ya"
"Gak perlu, bye..." Ilvy segera bergegas meninggalkan Sibei, berlari semampunya.
Ilvy harus kembali ke rumah sakit, dan melanjutkan pengobatannya. Mempersiapkan diri kembali. Karena lusa dia harus masuk ke dalam ruang operasi. Meski kesempatan hidup yanh dia miliki hanya 5% keberhasilan dari operasi yang dijalankannya. Tapi itu lebih baik dibandingkan dengan dia harus menahan rasa sakit yang kian menjadi setiap hari tapi hasil akhir akan tetap sama. Lebih cepar lebih baik. Bukankan tetap dinamakan peluang meski hanya 5%.
Tepat di depan pintu kamar rawatnya, Ilvy kembali tersungkur tak berdaya.
Alat medis kembali terpasang di tubuhnya. Lalu lalang perawat dan dokter membuat suasana semakin mencekam. Disertai isak tangis keluarga yang membisingkan ruangan.
***
Jika satu hari saja tak bertemu dengan Ilvy, bagi Sibei sudah seperti 7 purnama tak bertemu. Waktu terasa begitu lama jika jarak memisahkan, namun begitu terasa cepat saat bersama. Sibei beberapa kali mencoba berkomunikasi dengan Ilvy setiap waktu. Namun sudah beberapa hari berlalu tak kunjung ada kabar. Akhirnya Sibei memutuskan untuk pergi ke rumah Ilvy. Memastikan bahwa Ilvy baik-baik saja.
Sesampainya di rumah Ilvy, Sibei bertemu dengan orang tua Ilvy. Bukannya disuruh masuk ke dalam rumah dan memanggil Ilvy, orang tua Ilvy justru membawa Sibei ke sebuah tempat di mana Ilvy sekarang berada.
Dalam hati Sibei timbul pertanyaan-pertanyaan. Kenapa orang tua Ilvy membawanya ke sebuah taman yang sepi, tapi di dalam taman itu terdapat beberapa batu nisan. Dan langkah mereka terhenti tepat di samping papan bertuliskan Ilvy. Badan Sibei lemas, lutut kakinya seketika menyentuh tanah. Hypoprenia kembali hadir beserta dengan awan hitam yang menyelimuti tepat seperti beberapa tahun silam saat sang Ibu pergi selamanya.
-Tamat-