This is My Way


Jika hidup adalah sebuah metamor kehidupan, maka kita harus siap untuk meninggalkan atau ditinggalkan.
Meninggalkan atau ditinggalkan pasti akan menyisakan goresan rasa. Sedih, kecewa, bahagia, kebimbangan, harapan, ketakutan dan rasa-rasa yang lain.
Sebelum meninggalkan atau ditinggalkan pasti akan ada sebuah pertemuan. Tidak akan ada awal jika tidak ada akhir.
Ini bukan tentang pertemuan, atau perpisahan tapi ada makna apa yang tersirat di dalamnya.
Dunia adalah jalan dan akan selalu ada jalan bagi pejalan. Jalan yang dimaksud adalah jalan menuju hakikat kehidupan, yang kekal dan abadi.
Jika kita membuka kitab Al-Qur’an, setidaknya ada fase yang harus dilalui bagi mahkluk yang hidup. Terkhusus manusia. Fase itu adalah mati, hidup, mati dan hidup lagi (Q.S. Al-Baqarah : 28). Hidup yang pertama inilah yang menjadi jalan untuk kehidupan selanjutnya.
Setiap manusia, memiliki jalan yang berbeda. Meski hakikatnya memiliki tujuan yang sama. Seperti ketika ingin menuju sebuah kota. Kota A misalnya, untuk menempuh kota ini setidaknya ada 3 jalur yang bisa dilalui daratan, lautan, atau udara. Pilihan masing-masing individu pasti berbeda.
This is my way adalah blog yang sengaja dibuat untuk menuangkan kisah-kisah perjalanan kehidupan manusia. Tentang bagaimana dia bisa mengenal dirinya, kemudian mengenal Tuhannya, memaknai sebuah kehilangan, bangkit dari keterpurukan, jatuh cinta, mengukir asa dan segala kisah perjalanan hidup yang harus dilalui. Melewati skenario-skenario yang sudah ditetapkan.
Dan pada akhirnya, penggalan-penggalan kisah itu akan bisa menghasilkan sebuah karya. Di bukukan dan menebar manfaat bagi sesama. Dibawah ini adalah sepenggal kisah yang nantinya akan tercatat dalam buku tersebut.
“Seringkali bukan, dapat pertanyaan udah punya calon? kapan tunangan? kapan nikah??? -Tentu pertanyaan ini akan dialami pada mereka-mereka yang sudah lulus dari sekolahnya (sepertinya)-
Coba bayangkan jika pertanyaan itu berubah menjadi, Sudah cukup bekal? kapan siap? kapan meninggal??? (jleb!!!) Pertanyaan-pertanyaan diatas itu adalah pertanyaan yang sangat sulit dijawab bukan? bahkan lebih sulit dari soal olimpiade matematika atau fisika hehehe...Itulah sebuah dilema yang dirasakan kebanyakan orang disaat usianya sudah menginjak angka kepala 2, Penantian terhadap jodoh sama halnya seperti menanti ajal (menurutku). Berawal dari sebuah postingan seseorang yang aku baca beberapa bulan yang lalu tentang ajal dan jodoh yang ditulis olehnya berupa sebuah percakapan seperti dua orang yang sedang berbincang yang memiliki nama ajal dan jodoh. Inti dari percakapan itu adalah ajal yang iri terhadap jodoh. Betapa tidak, semua orang ketika ingin menikah, persiapan yang dibuat sungguh sangat matang bahkan ada yang merencanakan beberapa tahun sebelum hari itu tiba. Mau pakai make up yang seperti apa? Harga berapa? Gedungnya di mana? Nanti desain undangannya seperti apa? Dan masih banyak lagi persiapan-persiapan yang lainnya yang mungkin menyita waktu, pikiran, tenaga, bahkan dompet :D. sedangkan untuk ajal???? Apa yang mereka persiapkan?. Padahal dalam kalamNya (Al-Qur’an) saja dikatakan “kulllu nafsin dzaiqotul maut” (semua yang hidup akan merasakan mati) tidak ada ayat yang menjelaskan bahwa setiap yang bernyawa pasti akan menikah.”
Sekali lagi aku tuliskan semoga sebuah buku kisah perjalanan hidup ini, bisa menebar manfaat dan membuka pemikiran lebih luas. Membuat manusia lebih legowo dan bisa mengambil hikmah dari setiap episode hidup yang harus dilalui.

3 komentar

  1. Iya ya... Ga ada ayat setiap yang bernapas pasti menikah. Yang ada ayat: setiap makhluk diciptakan berpasangan. Jadi, kalau ga nikah di dunia, dapat pasangan di mana ya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. InsyaAllah di akhirat sana kak. Pernah dengar hadistnya klo gak salah

      Delete
  2. Iya bener dek. Kalau nikah persiapannya matang, tapi kalau dijemput Allah melalui maut malah ngakunya belum siap. Sungguh malu diriku ini

    ReplyDelete

Terima kasih sudah membaca postingan ini semoga bermanfaat :)