Dua Garis Biru, Layakkah Menjadi Tontonan?

Di tahun 2019 silam, Indonesia dibuat geger dengan sebuah film remaja yang menuai pro dan kontra. Sebuah film yang disutradarai oleh Gina S Noer dengan judul dua garis biru. Apakah yang menyebabkan film ini menuai pro dan kontra? Film dua garis biru, layakkah menjadi tontonan?
Karena adanya pro kontra inilah yang mengantarkan saya untuk menonton film ini. Banyak sekali komentar miring terhadap film ini. Sebuah film yang katanya sangat tidak layak untuk dijadikan tontonan. Bahkan menuai aksi demo.

Dua garis biru


Cerita Film Dua Garis Biru

Sebuah film yang diperankan oleh Angga Yunanda sebagai Bima dan Zara JKT 48 sebagai Dara adalah film dengan genre drama remaja. Mengisahkan dua pasang remaja SMA yang memiliki hubungan kekasih (read. pacaran). Diceritakan dalam film tersebut bahwa Dara dan Bima adalah pasangan kekasih satu kelas.

Sayangnya tingkat kecerdasan mereka berbeda. Dara selalu menjadi juara kelas dari urutan pertama dan Bima menjadi juara kelas dari bawah. Suatu hari mereka melakukan sesuatu hal yang sudah melampaui batas yang mengakibatkan masa depan keduanya terancam hancur.

Sebuah ambisi Dara untuk melanjutkan studi ke Korea terancam gagal, akibat perbuatannya sendiri karena dia positif hamil. Rencana untuk menggugurkan kandungan pun terbesit dalam pikiran Bima. Demi menyelamatkan ambisi yang dimiliki Dara. 

Sedangkan Bima, anak laki-laki yang menjadi harapan besar ayahnya untuk bisa segera menggantikan posisinya sebagai kepala keluarga pun ikut sirna. Bahkan sang ibu menginginkan anaknya bisa mengangkat derajat keluarga dengan Pendidikan yang tinggi pun pupus. Bima harus mempertanggungjawabkan apa yang telah diperbuatnya.

Film Dua Garis Biru Dalam pandangan

Setelah menonton film ini, akhirnya saya bisa memahami kenapa film ini menjadi kontra hingga mengeluarkan spekulasi tidak layak untuk ditonton. Yang pertama, karena film ini seolah mengajarkan kepada anak remaja bahwa alangkah lebih baik tidak berpacaran. Apalagi sampai melebihi batas. Di dalam filmnya pun ada adegan Dara yang mengizinkan Bima untuk masuk ke kamarnya dalam kondisi rumah yang kosong.

Mungkin ada rasa kekhawatiran pada masyarakat bahwa film ini akan membawa dampak buruk kepada remaja saat ini, yang nantinya akan ikut mencontoh apa yang ada di film. Bahkan, khawatir kelak, hal demikian dianggap sudah menjadi biasa dan lumrah karena ada solusi yang diberikan.

Padahal, jika melihat dengan kacamata yang positif. Film ini justru menjadikan aware bagi para orang tua. Terjadinya pergaulan yang tidak diinginkan bisa saja terjadi karena orang tua yang kurang mengawasi. Terlalu memberikan kepercayaan yang penuh kepada sang anak.

Memberikan dasar ilmu dengan agama dan norma bukan hanya sekedar teori, tetapi terus didampingi dan diupgrade supaya anak lebih paham dan mengerti tentang batasan dalam bergaul dengan sesama dan lawan jenis.

Sejatinya, usia remaja bukanlah usia yang dianggap tenang oleh orang tua. Melainkan sebaliknya. Masa remaja justru menjadi masa yang penuh dengan kecemasan. Orang tua harus senantiasa ada dan ikut mendampingi. Bahkan seharusnya bisa menjadi teman dekat bagi anaknya.

Konon usia remaja adalah masa pencarian jati diri. Masa di mana mereka ingin banyak tahu hal dan mencobanya. Di masa yang seperti inilah orang tua hadir sebagai pendamping. Bukan dengan melarang ini dan itu. Melainkan dengan pengarahan yang baik dan tepat.

Selain itu, film ini bisa saja menjadi potret keadaan masa remaja pada saat ini yang terjadi di Indonesia atau bahkan di negara lain. Sehingga lahirnyaa film ini diharapkan sebagai bentuk penyadaran bagi masyarakat supaya tidak menjadi penyakit baru dalam dunia remaja hingga akhirnya kejadian Bima dan Dara dianggap lumrah dalam kehidupan sehari-hari.

jadi, apakah layak film dua garis biru dijadikan tontonan? Jawabannya adalah tergantung dari pandangan masing-masing. Selain itu, cerdaslah dalam menentukan tontonan sesuai dengan usia batas usia yang telah dianjurkan.

0 komentar

Terima kasih sudah membaca postingan ini semoga bermanfaat :)