Tentang sebuah ketidakpastian


Hari ini hari ke-17 malam ke-18 Ramadhan, 10 Mei dalam kalender masehi. Dan bumi, masih belum pulih. Entah sampai kapan, tidak ada yang tahu. 
Terombang ambing antara iya dan tidak saja sungguh menjengkelkan. Apalagi terombang ambing dalam taruhan nyawa. Antara kesembuhan dan penyakit. Sungguh, ini benar-benar dalam kondisi sulit. 
Menunggu, hanya itu yang bisa dilakukan. Menunggu dengan penuh kegundahan, menunggu dengan rasa harap bahagia. Lelah, pasti!. Bosan, iya. Tapi apa yang bisa kuperbuat? Selain berikhtiar semampunya dan berdoa kepada-Nya.
Sungguh, sebenarnya tak ingin menuliskan tentang hal ini, tapi hati ini terlalu resah. Selalu bergejolak untuk menumpahkannya. Karena ketidakpastian ini sungguh membuatku merasa ada hal-hal yang semestinya dilakukan tapi urung. Entah harus membuat rencana baru atau mengubur saja semuanya dalam dalam. Ketidakpastian ini lebih dari sekedar menunggu gajih seorang honorer, lebih dari mengira tentang hujan yang akan turun, lebih dari mengira dan menerka tentang si eta. Ketidakpastian ini lebih menyiksa dari hal-hal yang disebutkan tadi. 
Dunia sedang tidak baik, hati sedang dirundung pilu, dan jiwa yang tergoncang tersebab ketakutan berlebih. Ingin teriak sekuat yang aku bisa, tapi nyatanya hanya bisa membatin. Diam seribu bahasa.
Tentang sebuah ketidakpastian pun terkait tentang sebuah kepercayaan. Manakah yang sungguh-sungguh terjadi, setelah akhir-akhir ini muncul adanya sebuah konspirasi. 
Membuat diri semakin bingung dan frustasi. Menghadapi ketidakpastian saja termangu. Bagaimana menyikapi sebuah konspirasi?. Satu sisi bergejolak untuk acuh dan tak menghiraukan apapun lagi biarkan melawan takdir tapi di sisi yang lain berkata tetap waspada saja, apa salahnya berjaga-jaga.
Baik, lebih baik putuskan saja untuk saat ini, sekarang. Aku memiliki iman, aku yakin dengan Tuhan. Aku pun yakin dengan kuasa-Nya. Menghadapi sebuah ketidakpastian dengan konspirasi, sungguh membuat emosi, tapi ku serahkan kepada-Nya. Kembali lagi dengan sikap awal, menunggu dengan ikhtiar semampunya serta tak hentinya menengadah kepada-Nya. Menggantungkan segala raja' dan khauf kepada-Nya. Dengan izin-Nya serta kehendak-Nya Semua akan kembali menjadi pasti. Dia cukup berkata kun, fayakun.

Ramadhan kali ini memang berbeda kawan, sangat berbeda. Tapi jangan mau menyerah hanya dengan satu keadaan. 
Ramadhan tetap menjadi tamu agung, meski aku dan kamu hanya berada di rumah saja. Huuuuhhh (menghela nafas dalam dalam)

6 komentar

  1. Semangat Mbak. Inget lagu Chrisye, Badai Pasti Berlalu. 😊😉

    ReplyDelete
  2. menunggu dalam kesabaran...ayoooo bersemangat, karena setelah covid berlalu, akan ada hal-hal besar yang membahagiakan yang akan datang..optimis!!!

    ReplyDelete
  3. Semoga segera berlalu cobaan ini :'(

    ReplyDelete

Terima kasih sudah membaca postingan ini semoga bermanfaat :)